Nestapa..!! Di Kecamatan Sumberrejo – Bojonegoro, Masih Ada Warga Dengan Dua Kaki Terikat Rantai Besi

TeropongDesa.com, Bojonegoro – Karena terkadang kambuh dari sakitnya (gangguan jiwa) dan mengamuk dengan melempari rumah sekitarnya dengan bebatuan. Nursam, warga Desa Kayulemah, Kecamatan Sumberrejo, Kabupaten Bojonegoro – Jatim terpaksa diikat dua kakinya dengan rantai besi.

Nursam, 47 tahun adalah warga Desa Kayulemah RT 03, RW 01 yang saat ini tinggal serumah bersama ibunya Katijah, 70 tahun. Sedangkan ayahnya, Suraji baru 100 harinya meninggal dunia.

Ihwal penyebab hingga Nursam mengidap gangguan jiwa, saat dia setelah lulus dari Madrasah Tsanawiyah di desa sebelah. Nursam melanjutkan pendidikan di pondok pesantren di wilayah di salah satu Kecamatan di Kabupaten Lamongan. Namun entah kanapa, 4 hari di pondok malah pulang ke rumahnya.

Semenjak itulah dia mengalami gangguan jiwa. Hingga keluarganya pun melakukan pengobatan di Rumah Sakit Jiwa – Lawang. Dari pengobatan itu dia sembuh normal selama 6 tahun. Lalu penyakitnya pun kambuh lagi dan di bawa ke RSJ Porong dan sempat sembuh selama hampir 3 tahun.

Kemudian, penyakitnya pun kambuh lagi hingga sekarang. Karena jika kambuh penyakitnya dan mengamuk, melempar barang yang ada di depannya. Akhirnya pihak keluarganya pun ketakutan dengan perilaku Nursam. Hingga mengikat kedua kakinya dengan rantai besi.

Di kamar yang agak gelap dan pengap, berlantai basah air, di situlah Nursam berdiam duduk sendiri selama bertahun – tahun. Bahkan rambutnya sudah terlihat lebat gondrong. “Biasanya yang mencukur rambutnya itu bapaknya. Karena bapaknya sudah meninggal sampai sekarang belum ada yang berani mencukur rambutnya,” ujar bu Katijah saat berbincang dengan TeropongDesa.com di teras rumahnya, pada Jumat (25/03/2022).

“Kalau mau lihat monggo pak. Tempatnya di belakang,” ajak bu Katijah. Tak lama awak media berusaha melihat langsung kamar Nursam. Sontak kaget seolah hati runtuh setelah melihat kondisi Nursam dengan dua kaki terikat rantai besi.

Sempat kami bertanya, “Mas Nursam nopo sampun makan? Jawab Nutram lirih, “sampun”. Sungguh sebenarnya tak sanggup melihat langsung kondisi di kamar Nursam. Tapi kami harus melihat secara langsung kondisi yang sebenarnya

Nursam adalah anak kedua dari 5 bersaudara dan masih berstatus belum kawin alias perjaka.

Ibu Khatijah

Bu Katijah menceritakan, dulu pernah sembuh selama 6 tahun setelah berobat di Rumah sakit – Lawang. Selama kesembuhannya itu, lanjut Katijah seperti orang – orang lainnya dia juga bekerja dan gemar beternak ayam dan kambing. Bahkan karena keinginannya dia bisa membeli sepeda motor meskipun bekas.

“Pernah juga punya handphone tapi karena gak bisa mengoperasikannya hp-nya pun dirusak,” ujarnya.

Menurut Bu Katijah, setiap minta barang atau makanan itu harus seketia tersedia. “Kalau meminta makanan seketika harus ada,” ungkap ibu Katijah yang didampingi saudaranya Nursam.

Beberapa waktu lalu rantai besi yang mengikatnya lepas dan Mas Nursam mengamuk dengan melempari rumah tetangga dengan batu. “Itu yang kami khawatirkan jika lepas dan liar,” ungkap Supiyati.

Supiyati kakak perempuannya Nursam juga mengatakan, keluarga sudah sering melakukan pengobatan alternatif demi kesembuhan saudaranya tersebut.

“Sapi 3 ekor dan sawah 1 kedok pun sudah terjual. Belum hasil panen padi juga sudah banyak terjual,” jelasnya.

Bu Katijah juga menceritakan, dirinya dengan anak – nya seolah sudah pasrah dan hanya menunggu keajaiban datang dan mampu menyembuhkan Nursam dari penyakit gangguan jiwa.

Pihak keluarga juga sudah berusaha sekuat kemampuan melakukan yang terbaik untuk kesembuhannya agar bisa hidup normal.

Melihat kondisi Nursam, begitu mengenaskan, memprihatinkan dan memilukan. Semoga pihak terkait Pemerintah Kabupaten Bojonegoro bisa melihat kondisi Nursam dengan memberikan bantuan pengobatan yang terbaik.

Bagaimanapun juga, Nursam adalah warga Bojonegoro yang berhak mendapatkan kehidupan yang normal selayaknya manusia sebayanya Apalagi dia juga masih perjaka dan masih ada sisa waktu bagi Nursam menikmati kehidupan yang normal dan melakukan aktifitas selayaknya warga desa di sekitarnya. (Nastain/red).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *