Peningkatan SDM di Bodjonegoro 1.900-an

TeropongDesa.com – Pasca digulirkannnya Politik Etis oleh Ratu Wihelmina pada 17 September 1901 silam, dalam pidato pembukaan di parlemen Belanda mengatakan, bahwa Pemerintah kolonial Belanda memiliki tugas moral, serta tersirat pengakuan bahwa Pemerintah Belanda memiliki Hutang Budi (Ereschuld) sebagai tujuan utama, yakni memperbaiki ekonomi koloni dan penduduk Pribumi dengan melaksanakan pembangunan Irigasi, Edukasi dan Emigrasi.

Seperti yang kita ketahui, bahwasanya Sumber Daya Manusia (SDM) mempunyai peranan yang penting bagi kesejahteraan masyarakat. Hal inilah yang membuat kita ingin mengutip sejarah tentang bagaimana kolonial Belanda dalam meningkatkan SDM serta mengedukasi daerah koloninya melalui sistem pendidikan atau sekolah modern, termasuk Bojonegoro kala itu.

Tentunya ada yang menarik dan menjadi perhatian di Bojonegoro pada waktu itu, dimana ada fenomena berupa tuntutan belajar mengenai pengetahuan bahasa Belanda modern yang amat kuat, yang mendorong berdirinya ELS (Eruropeese Logere School).

ELS pertama kali didirikan oleh Belanda pada 1817 di Jatinegara, merupakan pendidikan sekolah dasar dengan materi dan kurikulum yang sama di Negeri Belanda. Sekolah dasar yang ditempuh dengan kurun waktu selama tujuh tahun, dimana siswanya adalah anak-anak orang Belanda dan Eropa beserta anak-anak Pribumi dari kelas satu (Baca: Ningrat dan pegawai Belanda).

Awalnya, sekolah ini menggunakan bahasa pengantar Belanda. Namun setelah beberapa tahun berjalan, pemerintah kolonial Belanda juga menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar pendidikan.

Sementara, di Kota Bojonegoro hingga Tahun 1906, terdapat sekolahan Vernakuler (Baca: sekolah menggunakan bahasa pengantar Cina ataupun juga bahasa melayu), yakni Eerste Klasse School dengan lama belajarnya 5 tahun.

Tak hanya itu, terdapat pula sekolah Tweede Klasse School juga sekolah swasta non subsidi yang khusus untuk golongan atas, mengajarkan  Geografi, Sejarah, dan ilmu alam, menggambar dan meneliti. Disamping itu, di luar kota juga ditemukan adanya sekolah yang sama, yakni di distrik Pelem dengan sekolah Tweede Klasse School, kemudian di Baureno telah didirikan sekolah swasta bersubsidi sedangkan di Tambakrejo terdapat sekolah swasta tidak bersubsidi. Pada umumnya, pelajar berasal dari anak-anak Priyayi, Kepala Desa, Pedagang, dan dari lingkungan keluarga yang memiliki kedudukan Sosial tinggi di masyarakat.

Beberapa tokoh yang pernah mengenyam sekolah di ELS Bojonegoro, diantaranya adalah Tirto Adhi Soerjo putra R. Ngabehi Hadji Moehammad Chan Tirtodhipoero dan juga seorang cucu Bupati Bodjonegoro, yakni R.M.T Tirtonoto. Saat ini, Tirto Adhi Soerjo dikenal sebagai Bapak Pers Indonesia sekaligus tokoh pergerakan.

Kemudian juga Sekarmadji Maridjan Kartosoewirdjo, Tokoh Darul Islam yang kemudian memberontak NKRI juga pernah bersekolah di ELS Bodjonegoro.

*Fanani *Pelbagai sumber

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *