Sejarah Polwan Dan Kisah Dra. Roekmini Koesoemo Astoeti Kelahiran Bojonegoro, Polwan Kedua Berpangkat Jenderal Polisi

TeropongDesa.com – Setelah Yogya diduduki tentara Belanda tanggal 19 Desember 1948 Presiden dan Wakil Presiden mengirim kawat kepada Syafruddin Prawiranegara di Bukittinggi untuk diangkat sementara membentuk satu kabinet dan mengambil alih Pemerintah Pusat. Di Bukittinggi inilah berdiri Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Kecerdikan para pemimpin kita dahulu sudah menyiapkan sebelum Belanda melakukan Agresi Militer II.

Pra Agresi Militer Belanda- di Bukittinggi sudah disterilkan dari musuh dan mata – mata Belanda yang banyak berbaur dengan para pengungsi untuk menghindari perang. Untuk mencegah terjadinya penyusupan mata-mata Belanda, maka penggeledahan menyeluruh dilakukan kepada barang bawaan dan tubuh pengungsi. Dalam praktiknya, pengungsi wanita merasa risih bahkan menolak untuk digeledah Polisi pria.

Berawal dari kebutuhan tersebut Kepala Jawatan Kepolisian di Sumatera mengajukan permohonan kepada Pemerintahan Indonesia lalu menunjuk Sekolah Polisi Negara (SPN) Bukittinggi untuk merekrut dan membuka pendidikan inspektur polisi untuk wanita. Pada 1 September 1948, enam perempuan dinyatakan lolos dari total sembilan pendaftar. Keenamnya diterima bersama dengan 44 siswa laki-laki yang merupakan angkatan kedua pada penerimaan SPN Bukittinggi. Itulah berawal Hari Polwan setiap 1 September diperingati.

Dikutip dari buku “Perkembangan Kepolisian Di Indonesia” terbitan tahun 1952 disebutkan “Achir bulan Mei 1951 lulus dari Sekolah Polisi Negara di Sukabumi, Bagian Menengah, 6 orang wanita, setelah menempuh pen didikan buat inspektur polisi selama 2 tahun. Mereka memperoleh pendidikan jang telah ditetapkan untuk inspektur polisi pada umum nja, ditambah dengan pengetahuan tentang perawatan kanak-, ilmu djiwa kanak² dan praktijk sebagai djururawat”.

Pada perkembangannya sekarang ini Polisi Wanita (Polwan) didirikan dengan tujuan membantu penanganan dan penyidikan terhadap kasus kejahatan yang melibatkan kaum wanita baik sebagai korban maupun sebagai pelaku kejahatan. Kini tugas polisi wanita (polwan) di indonesia sudah mulai berkembang seiring berjalanya waktu tidak hanya menyangkut masalah kejahatan wanita, anak – anak dan remaja, narkotika dan masalah administrasi bahkan berkembang jauh hampir menyamai berbagai tugas polisi prianya. Kenakalan anak – anak dan remaja, kasus perkelahian antar pelajar yang terus meningkat dan kasus kejahatan wanita yang memprihatinkan. Hal ini merupakan tantangan amat serius korps polisi wanita untuk lebih berperan dan membuktikan eksistensinya di tubuh polri.

Membanggakan, adalah Roekmini Koesoemo Astoeti yang lahir di Tobo Bojonegoro pada tanggal 4 September 1938 dari pasangan R. Soedarso dan Raden Ayu Soemina. Roekmini dilahirkan sebagai anak keenam dari delapan bersaudara. Singkat cerita setelah menyelesaikan kuliah di Universitas Gadjah Mada fakultas Psikologi pada tahun 1964. Kemudian menjadi Polwan melaui BENDASPA (Bentukan Dasar Perwira) III tahun 1970 dan terus melanjutkan pendidikan SUSYAWAN (Sekolah Staf dan Komando) ABRI V tahun 1977, SESPA Hankam tahun 1979. Roekmini juga lulusan terbaik dalam kursus kekaryaan ABRI pada tahun 1978.

Tahun 1982, Roekmini ditunjuk sebagai anggota DPR untuk mewakili Polri, sebagai satu-satunya perempuan di antara 90 anggota Fraksi ABRI saat itu. Ia sempat ditugasi di Komisi IX dan Komisi IV, dan belakangan di Komisi II yang berhadapan dengan banyak kasus yang menyangkut kehidupan rakyat kecil langsung.

Tahun 1993, Roekmini kemudian mendapat kepercayaan untuk duduk di Komisi Nasional Hak-hak Asasi Manusia. Tampaknya ini adalah tempat yang sangat tepat baginya karena pada masa-masa terakhir Orde Baru Komnas HAM menjadi tumpuan pencari keadilan. Sebagai tambahan Roekmini sebagai ahli Psikologi juga turut serta menangani Kasus pemerkosaan pada tahun 1971 yang dikenal dengan kasus “Sum Kuning” pada era kepimpinan Jenderal Hoegeng.

Kariernya sebagai Polwan cukup cemerlang sampai berpangkat Brigadir Jenderal Polisi yang kedua setelah sebelumnya oleh Brigjen Jeanne Mandagi, S.H. Pada 2 September 1996 Brigadir Jenderal Pol (Purn.) Dra. Roekmini Koesoema Astoeti berpulang kepada Penciptanya. Jenazah dimakamkam di Madiun untuk dimakamkan di makam keluarganya. Jenderal meninggalkan sang Suami tercinta Ir. Mas Soejono seorang dosen Universitas Gadjah Mada dan dikaruniai tiga anak laki-laki dan seorang anak perempuan.

*fanani / pelbagai sumber.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *